Author name: STAI Al-Ma'arif Ciamis

ALHAMDULILLAH, AKREDITASI PRODI EKONOMI SYARIAH STAI AL-MA’ARIF CIAMIS BERJALAN LANCAR

Program studi Ekonomi Syariah STAI Al-Ma’arif Ciamis telah selesai menjalani proses asesmen lapangan akreditasi. Dalam Proses Asesmen lapangan kali ini di laksanakan secara luring di kampus STAI Al-Ma’arif Ciamis. Visitasi dari Tim asesor LAMEMBA (Lembaga Akreditasi Mandiri Ekonomi Manajemen Bisnis dan Akuntansi) berlangsung selama dua hari dimulai sejak Senin, 27 Mei 2024 s/d Selasa, 28 Mei 2024. Pada Pelaksanaan Asesmen Lapangan, asesor melakukan Konfirmasi aspek yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan Perguruan Tinggi dan Pengecekan dokumen pendukung yang relevan. Kemudian masuk ke sesi wawancara kepada para dosen, tim Akreditasi, dan Mahasiswa Program studi Ekonomi Syariah. Guna untuk mensukseskan kegiatan asesmen lapangan, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah  juga mengundang beberapa alumni, dan Pengguna Eksternal Lulusan prodi Ekonomi Syariah STAI Al-Ma’arif Ciamis. Banyak hal hal positif dapat diambil guna mendapatkan nilai terbaik dari kegiatan akreditasi ini serta ada beberapa saran dan masukan yang di lontarkan oleh Asesor LAMEMBA yang sangat membangun. Kini Program studi Ekonomi Syariah STAI Al-Ma’arif Ciamis tinggal menunggu terbitnya SK dan Sertifikat Akreditasi dari LAMEMBA. Semoga akreditasi Program studi Ekonomi Syariah STAI Al-Ma’arif Ciamis mendapatkan hasil terbaik. Aamiiin.

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

Oleh: Risa Rahmawati, M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah STAI AL-Maarif Ciamis MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) Abstrak Tujuan dari laporan ini adalah untuk mendeskripsikan hasil dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada peserta didik kelas IV di MI Andalan Kabupaten Ciamis. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pengajaran dan pembelajaran harus ditingkatkan di semua tingkatan pendidikan terutama pada jenjang pendidikan dasar yang memberikan pondasi terhadap pendidikan selanjutnya. Upaya yang dapat menopang pencapaian tersebut salah satunya dengan guru mengembangkan sebuah perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan memilih model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah model pembelajaran yang melibatkan peserta didik sebagai pembelajar aktif  untuk membantu peserta didik menjadi lebih kreatif, kritis, dan berkolaborasi. Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) saya terapkan pada 24 peserta didik yang berada di kelas IV di MI Andalan Cijantung di Kabupaten Ciamis. Pembelajaran dilakukan sesuai dengan sintaks atau urutan perencanaan pembelajaran dan menghasilkan hasil yang signifikan dalam mendapatkan prestasi belajar yang optimal dengan nilai rata-rata 95. Kesuksesan pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dibandingkan dengan perolehan nilai rata-rata sebelum perlakuan pembelajaran menggunakan model ini yaitu 65. Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memberikan dampak baik dalam meningkatkan efektifitas pembelajaran serta pencapaian prestasi belajar peserta didik yang sangat optimal.  Kata Kunci:  Problem Based Learning (PBL), Peserta Didik, Prestasi Belajar BAB I PENDAHULUAN   A. Latar Belakang Pendidikan di abad ke-21 menekankan bahwa peserta didik harus dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan dunia saat ini. Peserta didik harus mampu mengembangkan kreativitas, kritis berpikir, dan kolaborasi.  Pada implmentasinya masih sering ditemukan pembelajaran yang kurang mempertimbangkan hal tersebut sehingga kemajuan peserta didik dalam memperoleh keterampilan modern kurang maksimal. Pembelajaran masih terfokus pada guru dan peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran. Pada akhirnya berdampak terhadap pencapaian pembelajaran peserta didik yang kurang maksimal. Pendidikan merupakan landasan utama bagi perkembangan intelektual dan sosial individu dalam menghadapi tantangan zaman. Untuk dapat memberikan persiapan yang sesuai dengan tuntutan zaman, pendidikan harus terus berkembang. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang  melibatkan peserta didik sebagai pembelajar aktif dan membantu mereka meningkatkan kreativitas, kemampuan kritis, dan kemampuan berkolaborasi. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah menjadi semakin penting seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan dinamika masyarakat. Model ini memastikan bahwa peserta didik tidak hanya memahami konsep dan fakta tetapi juga memiliki keterampilan praktis yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi kehidupan. Penggunaan model pembelajaran ini termasuk model pembelajaran inovatif yang banyak dikembangkan. Penelitian terbaru yang dilakukan Lia Masliah dan Sri Dewi Nirmala (2023) dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Literasi dan Numerasi Peserta Didik di Sekolah Dasar, bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan dengan sukses untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik di SD (Lia Masliah dan Sri Dewi Nirmala, 2023). Pada penelitian serupa oleh Dyah Ambarwati1 dan  Meyta Dwi Kurniasih (2021) tentang Pengaruh Problem Based Learning Berbantuan Media Youtube Terhadap Kemampuan Literasi Numerasi Peserta didik. penelitian ini menemukan bahwa pengaruh pembelajaran berbasis masalah dibantu oleh media YouTube dalam meningkatkan literasi numerasi peserta didik kelas VIII membuat peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan diskusi dan menggali informasi melalui media YouTube (Dyah Ambarwati1 dan  Meyta Dwi Kurniasih, 2021). Berdasarkan uraian di atas maka saya memandang sangat penting untuk berupaya mengembangankan sebuah rancangan/desian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). B. Tujuan a. Tujuan Pengembangan Rancangan Pembelajaran PBL; Membuat sebuah desain pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memastikan bahwa materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, aktual, dan relevan serta menggabungkan prinsip dan metodologi pedagogi yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik yang optimal; Membuat sebuah alur pembelajaran yang mudah diakses dan dinikmati oleh berbagai jenis peserta didik termasuk peserta didik dengan gaya belajar yang berbeda sehingga memberikan ruang untuk memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran. Menyediakan sebuah rancangan pembelajaran yang mempertimbangkan integrasi kemampuan abad ke-21 seperti berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah serta pemanfaatan teknologi informasi sehingga dapat meningkatkan pengalaman belajar peserta didik dan membuat lingkungan pembelajaran yang efektif dan dinamis. Memberikan sarana pengembangan professional guru dalam menyiapkan dan menganalisis sebuah desain pembelajaran yang adaptif terhadap perkembangan kemajuan pendidikan. b. Tujuan Pelaksanaan Pembelajaran PBL Memberikan pengalaman belajar yang mendalam dan bermakna dalam mempersiapkan peserta didik untuk memiliki keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan nyata serta menumbuhkan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan kreatifitas dan kolaborasi peserta didik dengan mengeksplorasi ide-ide kreatif dalam pemecahan masalah yang kontekstual dan terintegrasi dengan kemajuan teknologi informasi. Mendapatkan pemahaman yang lengkap dan hasil pembelajaran yang optimal dengan terpenuhinya tiga aspek peningkatan baik secara kognitif, apektif dan psikomotor. Tercapainya tujuan pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam rancangan pembelajaran dengan terlaksnanya semua tahapan pembelajaran. C. Manfaat Membuat pengembangan rancangan pembelajaran terutama rancangan pembelajaran PBL memberikan banyak manfaat yang akan dirasakan baik oleh peserta didik maupun oleh guru. Adapun manfaat yang dirasakan yaitu sebagai berikut : a. Manfaat yang dirasakan oleh peserta didik diantaranya yaitu : Mengembangkan keterampilan nyata seperti berpikir kritis, kerjasama tim, komunikasi, dan pemecahan masalah. Mendorong kerjasama tim dan keterampilan komunikasi yang efektif, karena peserta didik bekerja bersama-sama dalam pelaksanaan tugas Membantu peserta didik memahami konsep secara mendalam sehingga hasil belajar dapat tercapai secara optimal Peserta didik memperoleh pemahaman kontekstual dan berkelanjutan karena mereka terlibat dalam proses pembelajaran yang lebih mendalam dan relevan Peserta didik mendapat hasil pembelajaran yang optimal dengan proses pembelajaran yang membangkitkan motivasi untuk mengembangkan jiwa pembelajar sepanjang hayat dan adaptif terhadap perkembangan zaman. b. Manfaat yang dirasakan oleh guru diantaranya yaitu : Guru mendapatkan peningkatan kreatifitas dan inovasi dalam membuat pembelajaran yang menarik dan bermakna, untuk memenuhi kebutuhan peserta didik Guru melakukan pengembangan keterampilan pedagogis dan profesionl Guru dapat memfasilitasi peserta didik dalam mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal dan proses pembelajaran yang efektif. Guru dapat memenuhi tanggung jawabnya dan meningkatkan kepuasan kerja dengan melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan terkait pembelajaran. BAB II KAJIAN PUSTAKA   A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Salah satu model pembelajaran

المعرفة والنكرة بين اللغة العربية واللغة الإندونيسية

المعرفة والنكرة بين اللغة العربية واللغة الإندونيسية رق حبيبي واللغة المستعملة فى العالم كثيرة هي اللغة العربية والإنجليزية والإندونيسية وغير ذلك. ونحن من المسلمين الإندونيسيين يجب علينا أن نتعلم هتين اللغتين اللغة العربية واللغة الإندونيسية. ولايخفى على المسلمين أن اللغة العربية هى أفصح اللغات وأغناها وهي لغة القرآن ولغة الله الذى أنزل وحي بها قال تعالى: إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (سورة يوسف : 2). ولايخفى أيضا أن اللغة العربية هى مفتاح العلوم الدينية ولايتسنى لأي طالب أن يتـبحر فى العلوم الدينية بغير إتّقان اللغة العربية. فى اللغة العربية هي لغة المسلمين فى جميع أنحاء العالم بـهذه اللغة كان المسلمون يقرؤون كتا ب الله وبهذه اللغة أيضا يستخد مونها لأداء بعض عملية لأن الصلاة باللغة العربية فإن كل مسلم يريد إقامة الصلاة فعليه أن يقيمها با للغة العربية . وكان للغة العربية علوم متنوعة تدرس فى المعاهد الدينية منذ وقت بعيد وفى عصرنا هذا. وكذالك تدرس فى لمعاهدالعليا والمدارس من الابتدائية حتى العالية و الجامعة . واللغةُ العربيةُ هي الكلماتُ التي يُعبرُ بها العربُ عن أغراضهم. وقد وصلت إلينا من طريق النقل. وحفظها لنا القرآن الكريم والأحاديث الشريفة، وما رواهُ الثِّقات من منثور العرب ومنظومهم. (مصطفى الغلايين، 1998  : 7). واللغةُ العربيةُ هي الكلماتُ التي يُعبرُ بها العربُ عن أغراضهم. وقد وصلت إلينا من طريق النقل. وحفظها لنا القرآن الكريم والأحاديث الشريفة، وما رواهُ الثِّقات من منثور العرب ومنظومهم. (مصطفى الغلايين، 1998    : 7). اللغة الإندونيسية هي اللغة الرسمية لإندونيسيا. تعتبر اللغة الإندونيسية لهجة قياسية للغة الملاوية اعترف بذلك رسميا بعد إعلان الاستقلال الإندونيسي في سنة 1945، واللغتان تبقيان متشابهتان بشكل كبير. عدد المتحدثين باللغة الإندونيسية كلغة أم هو 17 إلى 30 مليون. يستخدم اللغة الإندونيسية سكان إندونيسيا الذي يعتبرونها لغة ثانية بعد لغاتهم الأم المحلية (كاللغة الجاوية واللغة المينانغكاباوية)، ولكن اللغة التي يستخدمها أغلب الجهات الرسمية والتعليمية والإعلام في إندونيسيا هي اللغة الإندونيسية. الاسم المحلي للغة الإندونيسية هو “باهاسا إندونيسيا” بمعنى “لغة إندونيسيا”. الاسم “باهاسا” بحد ذاته لا يعني اللغة الإندونيسية بل يعني “لغة”. في حين اللغة الإندونيسية اللغة الرسمية لإندونيسيا، تستخدم اللغة أيضاً في تيمور الشرقية. تستخدم اللغة الإندونيسية الأبجدية اللاتينية في الكتابة. (ويكيبيدييا، 2012 : 1). النكرة هي ما شاع في جنس موجود كرجل أو مقدر كشمس. والمعرفة وهي ستة الضمير وهو ما دل على متكلم أو مخاطب أو غائب وهو إما مستتر كالمقدر وجوبا في نحو أقوم و نقوم أو جوازا في نحو زيد يقوم أو بارز وهو إمام متصل كتاء قمت وكاف أكرمك وهاء غلامه أو منفصل ك أنا و هو و إياي ولا فصل مع إمكان الوصل إلا في نحو الهاء من سلنيه بمرجوحية وظننتكه وكنته برجحان ش ينقسم الاسم بحسب التنكير والتعريف إلى قسمين نكرة وهي الأصل ولهذا قدمتها ومعرفة وهي الفرع ولهذا أخرتها فأما النكرة فهي عبارة عما شاع في جنس موجود أو مقدر فالأول كرجل فإنه موضوع لما كان حيوانا ناطقا ذكرا فكلما وجد من هذا الجنس واحد فهذا الاسم صاق عليه والثاني كشمس فإنها موضوعة لما كان كوكبا نهاريا ينسخ ظهوره وجود الليل فحقها أن تصدق على متعدد كما أن رجلا كذلك وإنما تخلف ذلك من جهة عدم وجود أفراد له في الخارج ولو وجدت لكان هذا اللفظ صالحا لها فإنه لم يوضع على أن يكون خاصا كزيد وعمرو وإنما وضع وطبع أسماء الأجناس. (أبو محمد عبد الله جمال الدين بن هشام الأنصاري، دس : 1/93-94). كل اسم دل على معيّن من أفراد جنسه فهو معرفة مثل: أنت، وخالد، وبيروت، وهذا، والأمير، وشقيقي. وما لم يدلّ على معيّن من أفراد جنسه فهو نكرة مثل: (رجل، وبلد، وأمير، وشقيق) سواء قبل (ال) التعريف كالأسماء السابقة، أم لم يقبلها مثل: (ذو، وما الشرطية). والمعارف سبعة: الضمير، والعلم، واسم الإشارة، والاسم الموصول، والمعرّف بـ(ال)، والمضاف إلى معرفة، والنكرة المقصودة بالنداء. (سعيد الأفغاني، 2009 : 18) والمعرفةُ إِسمٌ دلَّ على مُعّينٍ. كعمرَ ودِمَشقَ وأنتَ. والنكرةُ إِسمٌ دلَّ على غير مُعّينٍ كرجلٍ وكتابٍ ومدينةٍ. والمعارفُ سبعةُ أَنواعٍ الضميرُ والعَلمُ وإسمُ الإشارة والإسمُ الموصولُ والإسمُ المقترنُ بِـ (أل) والمضافُ إلى معرفة والمنادى المقصودُ بالنداءِ. (وقد تقدم الكلام على الضمير والعلم وإسم الإشارة والإسم الموصول. واليك الكلام على المقترن بأل والمضاف إلى معرفة والمنادى المقصود بالنداء). (أحمد مصطفى الغلايين، 2000: 123). النَّكِرَةٌ هي مَا لا يُفْهمُ مِنَهُ مُعَيَّن كـ “إنْسَان وقَلَم”. والنكرة تنقسم على: ما يقْبَلُ “أل” المُفِيْدَةُ للتَّعْرِيفِ كـ “رجلُ وفَرَس وكِتاب”. ما يَقَعُ مَوْقِعَ ما يَقْبَلُ “أل” المُؤَثِّرَةُ للتَعْرِيف نحو “ذي” بِمَعْنَى صَاحِب، و “منْ” بِمعنى إنْسَان، و “ما” بمعْنى شَيء، في قولك ” اشكُرْ لِذِي مالٍ عَطَاءَهُ” “لا يَسُرُّني مَنْ مُعْجَبٍ بِنَفْسِه” و “نَظَرْتُ إلى مَا مُعْجَبٍ لك” “فذُو ومَنْ ومَا” نَكِراتٌ، وهي لا تَقْبَلُ “ألْ” ولكِنَّها واقعةٌ مَوْقِعَ مَا يَقْبَلُهَا، “فَذُو” واقعةٌ مَوْقِعَ “صاحِبِ” وهو يَقْبَل أل و “منْ” نَكِرَةٌ مَوْصُوفَةٌ وَاقِعَةٌ مَوْقِعَ “إنْسَان” وإنسانٌ يَقْبَل أل و “ما” نَكِرَة موصوفةٌ أيضاً، واقعةٌ مَوْقِعَ “شَيء” وشَيء يَقْبَل أل، وكذا اسمُ الفِعْل نحو “صهٍ” مُنَونَاً، فإنَّهُ يَحِلُ مَحَلَّ قَولِكَ “سُكُوتاً” تَدْخُل عليه أل. (الشيخ عبد الغني الدقر، دس : 13/115). وقال الجرجاني (دس : 1/81) النكرة ما وضع لشيء لا بعينه، كرجل، وفرس. أمّا النكرة فهي اسم يطلق على القليل والكثير، أو على مفرد، أو على أكثر ومعناه شائع في جنس، أو نوع، أو صنف، أو نحو ذلك، وهذا يصدق بالمثنى والجمع. وما يطلق على القليل والكثير صالح لأن يراد به أقل مقدار وأكثر مقدار، وما يطلق على مفرد صالح لأن يراد به أيّ فرد دون تعيين، وما يطلق على أكثر من مفرد صالح لأن يراد به أيُّ جمع دون تعيين إذا كان جمعاً، وأيّ اثنين إذا كان مثنى. (صالح الاسمري، دس: 334)   ومن بحث من البحوث اللغة العربية والإندونيسية هي الكلمة. وتَعرِيفها هي لَفظٌ وُضِعَ لِمَعنىً مُفرَد (وقد تطلق “الكلمة” لغةً ويُرادُ بها الكلام مثل قوله تعالى: كلا إنَّها كلمة هو قائلها. إشارة إلى قوله تعالى حِكايةً عن الإنسان (رب ارجعون لعلي أعمل صالحاً فيما تركت) من الآيتين سورة المؤمنين: 99-100)، وأَقلُّ ما تَكُون عليه الكلمة حَرْفٌ وَاحِدٌ، فمِمَّا جَاءَ عَلى حَرْفٍ مِنَ الأسماء: تَاء الفاعِل في مثل “قُمتُ” والكافُ في نحو “أكرمتُكَ” والهَاءُ في نحو “مَنَحتُه” ومن الأَفعَال تقول “رَ” بمعنى انظُر، و “ق” من الوِقَاية . (الشيخ عبد الغني الدقر، دس : 10/342). والكلمة عند اللغة العربية والإندونيسية تنقسم على قسمين هي الكلمة تدل على معنى العامة والخاصة. وتسمى (kata umum dan kata khusus) وعند اللغة العربية تسمى بالمعرفة والنكرة. والمعرفةُ إِسمٌ دلَّ على مُعّينٍ. كعمرَ ودِمَشقَ وأنتَ.

PROBLEMATIKA AT-TA’RIB DALAM BAHASA ARAB FUSHAH (Analisis Linguistik dalam Al-Qur’an)

Oleh: Deni Supriadi, S.S, M.A. Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) PROBLEMATIKA AT-TA’RIB DALAM BAHASA ARAB FUSHAH (Analisis Linguistik dalam Al-Qur’an) ABSTRACT Arabic is heavily influenced by other languages. The development of science and technology in the West is one of the causes of adapting the Arabic language to new terms contained in the language that carries these new scientific findings. As a result, several Arabic language institutions had to carry out translations, form new terms, absorb them, and then adapt them to Arabic language rules, so that the term at-ta’rib or Arabization was born which had an impact on the emergence of several new model dictionaries in Arabic. In order for Arabic to be able to survive in the era of language competition, and to be able to accommodate new words resulting from advances in science and technology, one of the methods adopted is Arabization. However, what is more of a problem is whether the Al- Qur’an was revealed to Muhammad Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam. with the Fushah Arabic language which was popular in the Hijaz region at that time, whether or not it used foreign words and what were the views of the ulama regarding at-tarib in the Al-Qur’an. Keywords: Arabic, At-ta’rib, Ulama views and the Al-Qur’an ABSTRAK Bahasa Arab banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Barat menjadi salah satu penyebab penyesuaian bahasa Arab dengan istilah-istilah baru yang dikandung oleh bahasa yang membawa temuan ilmiah baru tersebut. Akibatnya, beberapa lembaga bahasa Arab harus melakukan penerjemahan, membentuk istilah baru, menyerap, kemudian menyesuaikannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, sehingga lahirlah istilah at-ta‘rib atau arabisasi yang berdampak pada munculnya beberapa kamus model baru dalam bahasa Arab. Agar bahasa Arab mampu bertahan di era persaingan bahasa, dan agar mampu mengakomodir kata-kata baru yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka salah satu metode yang ditempuh, adalah Arabisasi. Namun, yang lebih menjadi persoalan adalah apakah al-Qur’an yang diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam. dengan bahasa Arab Fushah yang popular di kawasan Hijaz pada waktu itu memakai kata-kata asing juga atau tidak dan bagaimanakah pandangan para ulama mengenai at-tarib dalam al-Quran. Kata Kunci: Bahasa Arab, At-ta’rib, Pandangan Ulama dan Al-Qur’an A. PENDAHULUAN Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa utama dunia. Bahasa Arab diakui sebagai bahasa internasional dan sebagai salah satu bahasa terbesar di dunia. Sebagaimana fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi, maka demikian pula yang terjadi dengan bahasa Arab. Bahasa ini dipergunakan oleh bangsa Arab dalam berbagai interaksi. Masyarakat dapat melahirkan bahasa untuk berkomunikasi sehingga menghasilkan bahasa yang beraneka ragam sesuai dengan taraf masyarakat di mana bahasa itu lahir.[1] Dengan demikian, bahasa juga dianggap sebagai makhluk hidup yang dilahirkan, hidup, berketurunan, mati, serta bersentuhan dan bersinggungan dengan bahasa-bahasa lain.[2] Secara tidak langsung, keadaan bahasa Arab di atas mengindikasikan bahwa bahasa, di manapun berada, juga turut berkembang seiring  berkembangnya  pengguna  bahasa  itu  sendiri. Sebagaimana dinyatakan oleh Ali Abdul Wahid Wafi bahwa perkembangan sebuah bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adanya pengaruh bahasa lain serta faktor sosial-geografis, seperti budaya, adat-istiadat dan keyakinan masyarakat.[3] Demikian pula yang terjadi dengan bahasa Arab saat berfungsi sebagai alat komunikasi dalam bidang agama, ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kemudian bahasa Arab menjadi bahasa resmi (bahasa Arab Fushah[4]) dalam berbagai organisasi yang berkaitan dengan negara-negara Islam dan Arab, seperti Rābitah al-`Ālam al-Islāmy, Organisasi Konferensi Islam (OKI), Liga Arab dan lain-lain[5]. Pada perkembangan selanjutnya, bahasa Arab banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Barat menjadi salah satu penyebab penyesuaian bahasa Arab dengan istilah-istilah baru yang dikandung oleh bahasa yang membawa temuan ilmiah baru tersebut. Akibatnya, beberapa lembaga[6] bahasa Arab harus melakukan penerjemahan, membentuk istilah baru, menyerap, kemudian menyesuaikannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, sehingga lahirlah istilah at-ta‘rib atau arabisasi yang berdampak pada munculnya beberapa kamus model baru dalam bahasa Arab.[7] Munculnya istilah at-ta’rib secara implisit dimulai sejak zaman jahiliyah atau sebelum turunnya al-Qur’an, bahasa Arab telah mengalami at-ta’rib. Hal tersebut dapat dilihat dalam bahasa syair-syair jahiliah. Setelah Islam datang proses at-ta‘rīb ini terus berkembang  sehingga  kosa  kata  bahasa  Asing  tersebut  tidak  hanya  dijumpai dalam bahasa para penyair tetapi dipakai pula oleh para pemimpin, dipakai di rumah dan di pasar bahkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits jika ditelusuri lebih jauh terdapat kosa kata yang berasal dari bahasa Asing.[8] Bahasa Arab lebih banyak lagi menyerap kosa kata dan istilah kontemporer dari dunia Barat yang memang belum ada padanannya dalam bahasa Arab atau dianggap lebih simpel dan lebih praktis. Selain itu, dari sekian banyak ulama klasik yang membahas kata dan istilah dalam bahasa Arab yang memiliki akar kata dari bahasa asing, terlihat tidak ada kesepakatan di antara mereka atas definisi ataupun batasan-batasan apa yang kemudian dikenal dengan istilah at-ta’rib. Ibnu Abbas, sebagai orang yang pertama kali mengkajinya, mengakui bahwa di dalam al-Qur’an pun terdapat at-ta’rib. Hal ini, berlawanan dengan Abu Ubaidah yang menyatakan bahwa al-Qur’an tidak mungkin mengandung kata atau istilah di luar bahasa Arab. Penelitian tentang Atta’rib ini sudah banyak dilakukan oleh para penulis diantarannya : Hamidah, Marsiah yang berjudul Pembelajaran Maharol Al-Istima’ dengan Memanfaatkan Media You Tube : Prolematika dan Solusi.  Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Palangka Raya Vol. 8, No. 2, December 2020, 147-160, Syamsul Hadi yang berjudul Ketentuan Baru dalam Ta’rib: Pembahasan Seputar Perkembangan Mutakhir dalam Bahasa Arab., Jurnal Ilmiah HUMANIORA UGM Volem 14 No.1 (2022) dan Ahmad Tohe, Bahasa Arab Fushah dan Amiyah Serta Problematikanya., Jurnal Ilmiah : Bahasa dan Seni Tahun 33, Nomor 2, Agustus 2005. Pada penelitian ini penulis membuat rumusan masalah tentang bagaimanakah para ulama klasik dan kontemporer dalam menyikapi problem at-ta’rib ini dan apakah di dalam Al-Qur’an itu ada at-ta’rib?. Adapun penelitian ini bertujuan untuk dapat menghasilkan ketentuan-ketentuan di dalam menentukan dan menjadikan bahasa Asing dalam serapan bahasa Arab fushah dan melihat Bagaimana pandangan para Ulama di dalam menyikapi at-ta’rib dalam Al-Qur’an. B. Metode penelitian Maetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan studi literer/kajian Pustaka yang difokuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Adapun permasalahan-permasalah yang diamati adalah

THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ ENGLISH LEARNING MOTIVATION AND THEIR SPEAKING ABILITY (A Case Study at the Eleventh Grade of SMA Negeri 4 Tasikmalaya)

Oleh: Risa Rahmawati, M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah STAI AL Maarif Ciamis THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ ENGLISH LEARNING MOTIVATION AND THEIR SPEAKING ABILITY (A Case Study at the Eleventh Grade of SMA Negeri 4 Tasikmalaya) ABSTRAK Motivasi merupakan sebuah dorongan yang kuat dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu hal untuk mencapai sebuah tujuan. Dalam hal ini, motivasi dari dalam diri siswa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kemampuan berbicara mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi belajar bahasa Inggris siswa SMA Negeri 4 Tasikmalaya dan kemampuan berbicara bahasa Inggris mereka. Metode penelitian menggunakan metode korelasi. Populasi penelitian, seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 4 Tasikmalaya terdiri dari 8 kelas sebanyak 307 siswa. Penulis mengambil sampel kelas XI IPA 1 menggunakan random sampling technique. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan tes. Hasil kuesioner dan tes dianalisis menggunakan rumus uji korelasi linier dua variabel. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa nilai Fhitung = 429,13 dan Ftabel = 4,12 (Fhitung > Ftabel), artinya, Ho ditolak, dan Ha diterima. Hal ini berarti, terdapat korelasi antara motivasi belajar bahasa Inggris siswa dan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa SMA Negeri 4 Tasikmalaya. Sementara, hasil perhitungan menggunakan rumus Pearson Product Moment Correlation menunjukan koefisien korelasi 0,96. Hal itu berarti, terdapat hubungan yang sangat tinggi antara motivasi belajar bahasa Inggris siswa dan kemampuan berbicara bahasa Inggris mereka. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi motivasi belajar bahasa Inggris siswa, maka akan semakin baik pula kemampuan berbicara bahasa Inggris mereka.  Kata kunci: Penelitian korelasi, motivasi instrinsik, kemampuan berbicara ABSTRACT  Motivation is the strong drive that comes within someone himself to do something to achieve a goal. In this case, motivation inside of the students themselves is one of the factors that influences on the students’ success in learning language, especially English speaking ability. The aim of this research is to know the accurate data about the correlation between students’ English learning motivation and their speaking ability at the eleventh grade of SMA Negeri 4 Tasikmalaya. The method uses in this research is correlational method. The population of this research is  all students at the eleventh grade of SMA Negeri 4 Tasikmalaya in the academic year 2012/2013. The total numbers of population are 307 students divided into 8 classes. From the population, the writer takes the eleventh grade of IPA 1 class consisting of 37 students as the sample of this research by using random sampling technique.  To collect the data, the writer uses questionnaire to find out the students’ English learning motivation and subjective test to know their speaking ability. The technique of analysing the data, the writer uses the linier correlation formula between two variables. The result of analising the data shows Fobserved (429.13) > Ftable(4.12), it means that there is correlation between students’ English learning motivation and their speaking ability. While, the result of calculating data by using Pearson Product Moment Correlation shows that (r) value is 0.96, it means that the correlation coefficient between the students’ English learning motivation and their speaking ability is very high. In other words, the higher students’ English learning motivation, the better students’ English speaking ability will be. Key words: Correlation method, intrinsic motivation, speaking ability INTRODUCTION In language learning, speaking ability is an important aspect that should be mastered by the students. It helps them to express ideas, thoughts, feelings, information, and experiences verbally to another person. In fact, common problems and difficulties are often found by the students in learning and practicing speaking. One of the problems is the motivation to eliminate the fear of making mistake when speaking. In a learning process, there are several factors influencing the students’ learning result; they are external and internal factors. External factors mean the factors that come outside of the students. They are families, schools and communities. Internal factors mean the factors that grow inside of the students. They are motivation, interests, talents, and intelligence. Motivation is one of the factors that influences on the students in learning language. Motivation is the strong drive that comes within someone himself to do something and to achive a goal. Ur, Penny (1991:121) states that, “Characteristics of a successful speaking activity are: a. Learners talk a lot; b. Participation is even; c. Motivation is high; d. Language is of an acceptable level.” Based on the theory, one of the factors that influences on the students’ success in learning speaking is high motivation. Based on the explanation above, the writer is interested in doing a research entitled, “The Correlation between Students’ English Learning Motivation and Their Speaking Ability (A Case Study at the Eleventh Grade of SMA Negeri 4 Tasikmalaya).” RESEARCH METHODOLOGY In this research, the writer uses the correlation method. It is intended to investigate the correlation between the students’ English learning motivation and their speaking ability. This research has two variables. They are independent and dependent variables. The independent variabel is students’ English learning motivation symbolized by X, because this variable causes other variable. The dependent variable is students’ English speaking ability symbolized by Y, because this variable is result of other variable. The population of this research is all of the eleventh grade students of SMA Negeri 4 Tasikmalaya in academic year 2012-2013. The total of number population are 307 students divided into 8 classes. The writer takes class XI IPA 1 consisting of 37 students as the sample of this research by using random sampling technique. To collect the data the writer uses questionnaire and test. The questionnaire given by the writer purposes to obtain the data about students’ English learning motivation that consists of 20 items. While speaking test given by the writer is intended to determine the students’ English speaking ability. The students are asked to retell a chosen story. To examine the validity of the research instrument, the writer uses internal validity. Sugiyono (2012:123) states, “Instrumen yang mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Jadi kriterianya ada didalam instrumen

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achievement Division) dalam Pembelajaran MI

Oleh: Risa Rahmawati, M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah STAI AL-Maarif Ciamis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achievement Division) dalam Pembelajaran MI Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara umum, metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan metode yang akan digunakan untuk tinjauan pustaka ini. Data yang diperoleh dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan mengenai studi kepustakaan. Penelitian ini membahas tentang pemahaman model pembelajaran kooperatif tipe STAD, karakteristik model pembelajaran kooperatif tipe STAD, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan tahapan- tahapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jadi, kita bisa mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara umum, Yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja sama dalam kelompok kecil yang secara kolaboratif anggotanya 4-5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Bisa juga menentukan langkah- Langkah model pembelajarannya secara tepat, serta dapat menentukan apakah dalam pembelajaran tertentu bisa digunakan oleh guru dalam mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini atau tidak cocok digunakan dalam pembelajaran. Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD; Guru; MI Abstract  This study aims to determine the STAD type cooperative learning model in general, the research method used is the library method. Collecting data using literature study, the method that will be used for this literature review. The data obtained were collected, analyzed and concluded about the literature study. Library research is a research that has the same arrangement as other research, but the sources and methods of data collection are by taking library data, reading, taking notes, and processing research materials. This study discusses the understanding of the STAD type cooperative learning model, the characteristics of the STAD type cooperative learning model, the steps of the STAD type cooperative learning model, and the stages of the STAD type cooperative learning model. So, we can find out the STAD type cooperative learning model in general, That is cooperative learning type STAD a learning model in which students learn and work together in small groups collaboratively consisting of 4-5 people with a heterogeneous group structure. It can also determine the steps of the learning model appropriately, and can also determine whether in certain learning the teacher can use it in teaching using this STAD type cooperative learning model or not suitable for use in learning. Keywords: Cooperative Learning Model type STAD; Teachers; MI. PENDAHULUAN Pendidikan formal diterapkan dasar- dasar ilmu pengetahuan, kepribadian, moral, pembentukan watak, dengan begitu pemberian dasar ilmu yang positif akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan yang lebih baik, ke jenjang pendidikan selanjutnya. Dengan begitu dapat melakukan pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran, seperti perubahan orientasi pembelajaran dengan adanya guru sebagai fasilitator. Pembelajaran ini yang awalnya berpusat ke guru, menjadi pembelajaran berpusat kesiswa. Sehingga, guru harus menciptakan suasana belajar yang melibatkan interaksi yang baik antara guru dengan siswa, siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Dalam menciptakan interaksi yang baik. Diperlukan adanya usaha membangkitkan serta mengembangkan keaktifan belajar siswa. Keaktifan siswa ini menentukan keberhasilan tujuan pembelajaran. maka, harus ada guru yang profesional. Keberhasilan dalam pembelajaran didukung oleh strategi atau metode yang digunakan. Penggunaan strategi dalam pembelajaran sangat penting karena, untuk mempermudah dalam belajar sehingga, dapat mencapai hasil yang optimal. Tanpa strategi pembelajaran tidak akan optimal, dan tidak akan berlangsung secara efektif dan efesien. Penggunaan strategi guru memiliki peran yang penting. Seorang guru mampu memilih dan menerapkan strategi pembelajaran untuk siswa dengan baik agar proses belajar berjalan dengan baik. Guru juga harus memiliki wawasan yang luas mengenai strategi pembelajaran. Dengan demikian guru akan mudah menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Jika guru mempunyai strategi yang tepat maka, kegiatan belajar mengajar siswa akan berjalan sesuai ketentuan, serta siswa dapat lebih cepat memahami materi yang disampaikan oleh guru. Dengan demikian, keberhasilan dalam pembelajaran akan mudah tercapai dengan baik sesuai harapan. Pembelajaran student teams achievement division (STAD) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi dan mencapai prestasi secara maksimal. Atau yang disebut Dengan bekerja kelompok siswa akan lebih bebas bertanya terhadap teman kelompoknya tentang materi yang belum dikuasainya. Dalam satu kelas siswa terbagi menjadi beberapa kelompok tergantung kapasitas siswa yang terdiri dari 4-5 siswa tiap kelompoknya. tujuan strategi ini agar masing-masing siswa merasa bahwa mereka adalah satu dan seperjuangan. Sedangkan jika salah satu kelompok dapat memenuhi kriteria yang ditentukan, kelompok tersebut akan mendapatkan penghargaan. Artikel ini akan membahas mengenai pengertian model pembelajaran kooperatif tipe STAD, karakteristik model pembelajaran kooperatif tipe STAD, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD, serta Fase-fase pembelajaran Kooperatif tipe STAD. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu Metode literatur. Pengumpulan data ialah Studi pustaka, metode yang akan digunakan untuk pengkajian literatur ini. Data yang diperoleh dikompulasi, dianalisis dan disimpulkan mengenai studi literatur. Penelitian literatur merupakan penelitian yang persiapannya sama dengan penelitian lainnya akan tetapi sumber dan Metode pengumpulan data dengan mengambil data pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Anak yang memiliki jenis ketunaan anak lamban belajar. Anak lamban belajar dikenal dengan istilah slow learners, backward, dull, atau borderline. Mumpuniarti (2007: 14) mengidentifikasi anak lamban belajar sebagai anak yang mempunyai IQ di antara 70 sampai 89. Menurut pendapat slavin Pembelajaran STAD merupakan model pembelajaran tipe kooperatif, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang yang terdiri dari laki-laki maupun perempuan, yang memiliki kemampuan berbeda-beda (Esminarto:2016). Pendapat dari Trianto pembelajaran STAD ialah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok kecil dengan jumlah anggota setiap kelompok 4-5 peserta didik yang terdiri atas berbagai unsur yang berbeda sifat serta berlainan jenis (Rakhmawan:2014). Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran untuk tempat siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkatan kemampuan siswa yang berbeda, untuk menguasai materi dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerja sama secara kolaboratif dan membantu memahami materi, serta membantu teman untuk menguasai bahan pembelajaran. Student Teams-Achievement Divisions (STAD) berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu dengan yang lain sebagai satu tim. Erman mengemukakan bahwa,

MAJAZ DALAM AL-QUR’AN

Oleh: Deni Supriadi, S.S, M.A. Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) MAJAZ DALAM AL-QUR’AN Abstrak  Alquran diturunkan kepada umat Islam sebagai pedoman hidup dengan  menggunakan bahasa Arab. Untuk memahami isinya, seseorang harus menguasai  bahasa Arab dengan baik karena di dalam Alquran terdapat beberapa gaya bahasa dalam menyampaikan isinya, di antaranya adalah Uslub Majaz. Hakikat adalah pokok. Sedangkan majaz adalah cabang. Hakikat adalah lafaz yang digunakan sesuai dengan makna aslinya. Sedangkan majaz adalah lafaz yang digunakan bukan pada makna aslinnya karena ada hubungan (alaqah) tertentu serta adanya indikator (qariinah) yang mengalihkan dari makna aslinya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Sumber data tulisan ini diambil dari kitab, buku, jurnal dan sumber lainnya yang berkaitan dengan pembahasan. Tulisan ini akan memaparkan apa yang dimaksud dengan uslub majaz dalam Alquran, cara menentukan lafaz hakikat atau majaz, ketentuan yang berkaitan dengan hakikat dan majaz, penyebab tidak berlakunya hakikat dan majaz serta pendapat ulama terkait keberadaan keduanya. Tidak lain supaya kita tidak salah dalam memahami isi Al-Qur’an.  Kata Kunci: Hakikat, Majaz, Al-Qur’an  Abstract  The Al-Qur’an was revealed to Muslims as a way of life using Arabic. To understand its contents, one must master the Arabic language well because in the Al-Qur’an there are several styles of language in conveying its contents, including the essence and majaz. The essence is the main. While majaz is a branch. The essence is the pronunciation that is used according to its original meaning. Whereas majaz is a word that is used not in its original meaning because there is a certain relationship (alaqah) and there is an indicator (qariinah) that diverts from the original meaning. This paper uses a qualitative research method with a literature study approach. The data source for this paper is taken from books, books, journals and other sources related to the discussion. This paper will explain what is meant by essence and majaz in the Qur’an, how to determine the pronunciation of essence or majaz, provisions relating to essence and majaz, causes of the invalidity of essence and majaz as well as the opinions of scholars regarding their existence. Nothing but so that we are not wrong in understanding the contents of the Al-Qur’an.  Keywords: Itself, Majaz, Al-Qur’an Pendahuluan Alquran sebagai pedoman kaum muslim turun dengan berbahasa Arab. Untuk memahaminya, seseorang harus menguasai bahasa Arab dengan baik dan ilmu-ilmu alatnya. Alquran sebagai kitab universal dan komprehensif, tentu di dalamnya banyak terkandung ajaran-ajaran yang terangkum di dalamnya seperti tauhid, syariat, akhlak dan lainnya. Beda pembahasan, beda gaya bahasa dalam penyampaiannya. Gaya bahasa yang dimiliki Alquran sangat bervariasi, di antaranya hakikat dan majaz (Zubaidillah, 2018). Oleh karena itu, ulama Ushul Fiqh mengklasifikasikan kata (lafaz) dalam pemakaiannya terbagi menjadi dua, yaitu hakikat (denotatif) dan majaz (konotatif). Terkait kata dengan makna hakikat tidak ada lagi perdebatan di antara ulama terkait keberadaanya di dalam Alquran. Bahkan kata seperti ini yang banyak digunakan di dalam Alquran. Adapun keberadaan makna majaz dalam Alquran, masih jadi perbincangan hangat para ulama; jumhur ulama berpendapat makna majazi terdapat di dalam Alquran. Namun golongan ulama lain tidak mengakuinya (Badawi, 2019, Saputro, 2022, Firdaus, 2018, Lubis, 2011). Sebagai contoh penggunaan kata al-asad untuk singa adalah hakikat. Apabila kata al-asad digunakan untuk manusia kepada seorang yang pemberani karena adanya hubungan kesamaan sifat dengan singa, yaitu berani, maka hal ini disebut makna majazi. Untuk lebih rincinya akan dibahas pada pembahasan berikut. Dalam tulisan ini akan dijelaskan makna hakikat dan majaz dalam Alquran, macam-macamnya beserta contoh dari hakikat dan majaz, urgensitas hakikat dan majaz serta pandangan para ulama terkait adanya majaz di dalam Alquran. Pembahasan Hakikat Dalam Alquran Hakikat dalam bahasa Arab biasa disebut al-haqiqah dari kata haqq yang berasal dari kata kerja haqqa-yahiqqu yang berarti nyata, tetap, asli atau kenyataan (Munawir, t.th). Sebagai subjek (fa’il) memiliki arti tetap dan sebagai objek (maf’ul) berarti yang ditetapkan (Zubaidillah, 2018). Sedangkan secara istilah, menurut Imam Akhdari hakikat adalah lafaz yang digunakan sesuai dengan arti yang seharusnya. Sedangkan menurut al- Jurjani, hakikat adalah setiap kata yang maknanya sesuai dengan keinginan pengucap kata itu tanpa bersandar kepada kata yang lain. Adapun menurut Ibn Faris, hakikat adalah kalimat yang dibuat sesuai dengan makna aslinya, bukan dengan makna isti’arah, tamtsil, taqdim dan juga bukan ta’khir (Hamzan, 2021). Dan masih banyak lagi definisi yang dikemukakan oleh para ulama mengenai hakikat. Namun, pada akhirnya dapat kita simpulkan bahwa hakikat adalah lafaz yang digunakan seusai dengan makna aslinya dengan maksud dan tujuan tertentu tanpa adanya pergeseran makna dari makna aslinya baik bersifat majasi maupun figurasi. Seperti halnya jika kita mengatakan kursi sebagai tempat duduk yang terdiri dari kaki dan sandaran. Apabila kata kursi ini digunakan untuk makna lain, seperti kekuasaan (Ningsih, 2014), maka ini bukan lagi hakikat. Macam-Macam Hakikat Imam Akhdhari dalam kitabnya Jauhar Maknun membagi hakikat menjadi tiga macam sebagaimana In’am Fawwal ‘Akkawi dalam kitabnya al-Mu’jam al-Mufasshal fi ‘Ulum al-Balagah: al-Badi’ wa al Bayan wa al-ma’ani sebagai berikut: a) Hakikat secara syariat, yaitu suatu lafaz yang digunakan pada makna sebenarnya dari tinjauan syariat. Seperti kata shalat, berarti gerakan dan ucapan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Hakekat secara adat, yaitu kata yang digunakan pada makna yang sebenarnya dari tinjauan ‘urfiyah (tradisi). Seperti kata al-waladu yang secara bahasa artinya anak kecil baik laki-laki maupun perempuan, tetapi makna al-waladu secara ‘urfiyah adalah anak kecil laki-laki. Bentuk ini terbagi dua macam juga, yaitu: ‘Urf yang umum: seperti pengharaman al-khamr padahal hakikatnya adalah sesuatu yang diminum. ‘Urf yang khusus: seperti kata al-jinn yang berarti sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata. Seperti kata al-janin sesuatu yang tersembunyi (rahim, janin), majnun orang yang tertutup akalnya (orang gila). Akan tetapi kata al-jinn jika diartikan khusus dengan nama sebutan suatu makhluk yaitu sebangsa Jin. b) Hakekat menurut bahasa, yaitu hakekat menurut arti sebenarnya dari segi bahasa tanpa ada penakwilan apapun baik dari segi tambahan maupun penyandaran kepada sifat lainnya. Seperti kata shalat yang berarti doa (Firdaus, 2018). Dari beberapa klarifikasi hakikat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa hakikat menurut syariat adalah kata yang digunakan sesuai makna hakikinya. Sedangkan hakikat menurut ‘urf baik

ALHAMDULILLAH, AKREDITASI PRODI PGMI STAI AL-MA’ARIF CIAMIS BERJALAN LANCAR

ALHAMDULILLAH, AKREDITASI PRODI PGMI STAI AL-MA’ARIF CIAMIS BERJALAN LANCAR Program studi PGMI telah selesai menjalani proses asesmen lapangan akreditasi. Dalam Proses Asesmen lapangan kali ini di laksanakan secara daring melalui zoom meeting. Visitasi dari Tim asesor BAN PT berlangsung selama dua hari di kampus STAI Al-Ma’arif Ciamis dimulai sejak Jum’at, 3 Maret 2023 s/d Sabtu, 4 Maret 2023. Di hari pertama, asesor melakukan wawancara kepada para dosen dan  tim lainnya, di mulai pada pukul 08,00 wib hingga selesai. Kegiatan visitasi asesmen lapangan daring di hari kedua ini di mulai dengan diskusi yang dipimpin oleh Dr. Fauzan, M.A. dan Prof. Dr. Mahyuddin, M.Ag. langsung. Selanjutnya untuk kemahasiswaan asesor menanyakan, bagaimana kegiatan perkuliahan dan mata kuliah apa saja yang diambil sebagai penunjang program studi PGMI, dan tak lupa pula asesor bertanya tentang apa saja sarana prasarana yang sekiranya dibutuhkan di dalam program studi PGMI. Banyak hal hal positif harus dipertahankan guna mendapatkan nilai terbaik daripada kegiatan akreditasi ini serta ada beberapa saran dan masukan yang di lontarkan oleh rekan rekan mahasiswa untuk didata oleh asesor. Salah satu nya mengenai permohonan peningkatan sarana prasarana yang memfasilitasi program studi PGMI, guna untuk menunjang kemampuan mahasiswa dalam program studi yang diambil. Ditulis oleh Maman Rukman

Scroll to Top