Psikologi Islam (Pengertian, Sejarah dan Urgensinya)



Disusun Oleh: H. W. Anwar Sadat, S.Pd.I., M.Pd.I.
Dosen Program Studi Manajemen Pendidikan Islam 
STAI Al-Ma’arif Ciamis


BAB I
PENDAHULUAN

Prilaku seseorang yang beragam baik di masyarakat atau di lembaga-lembaga tertentu mempengaruhi prilaku orang-orang di sekitarnya. Ada yang negatif dan ada yang positif. Pengaruh positif yang sangat perlu dikembangkan adalah dalam bidang akademik yang terus mengkaji dan meneliti gejala-gejala yang terjadi dan mempengaruhi prilaku-prilaku tersebut.
Kenakalan remaja, perjinahan, perampokan, narkoba, pembunuhan dan lain-lain merupakan bentuk prilaku negatif manusia yang sering terjadi di masyarakat disepanjang masa. Seperti yang ditulis sebuah berita online PKBI (perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pada tanggal 17 April  2018  yang menulis hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh PSS PKBI DIY pada tahun 2004 tentang prilaku sexual para remaja  yang menunjukkan bahwa 12,1% remaja SMA Yogyakarta pernah melakukan hubungan seksual (www.pkbi-diy.info/prilaku-sexualremaja, 17 April 2018)
Djamaludin Ancok (1994) mengutip kutipan Yayah Khisbiyah (1994) yang mengutip beberapa penelitian tentang kasus hamil di luar nikah di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan Warouw yang meneliti 663 sampel remaja usia 14-19 tahun di Manado, yang menyimpulkan bahwa ada 71,3 % remaja di sana yang hamil di luar nikah. Penelitian lain tahun 1989 yang dilakukan oleh Widyantoro  di Klinik WKBT Jakarta dan Bali yang menyimpulkan bahwa terdapat terdapat 405 kasus kehamilan yang tidak direncanakan (unwanted pregnancy),  dan  95 % dari pelakuknya adalah remaja usia 15-25 tahun.
Kejadian lain yang sedang marak terjadi juga saat ini adalah perampokan yang disertai pemerkosaan bahkan sampai pembunuhan oleh sopir taxi online. Sasaran utamanya adalah wanita yang pergi sendirian. Mereka berprilaku baik dan sopan tapi ternyata mempunyai jiwa yang rusak dan serakah, sehingga melakukan hal-hal yang negatif.
Pengaruh negatif dari kesemua prilaku manusia tersebut adalah merusak keserasian generasi berikutnya dan juga dari prilaku pembunuhan menimbulkan ketakutan dan kecemasan di masyarakat. Sementara pengaruh positifnya adalah merangsang para pemikir dan peneliti tentang prilaku manusia untuk mencari dan mencari penyebab, akibat dan cara penanganannya.
Para peneliti khususnya di bidang psikologi mencoba mencari penyebab prilaku tersebut lalu membuat solusi yang tepat berdasarkan ilmu yang mereka miliki. Teori-teori yang mereka gunakan kebanyakan mengambil dari pemikir-pemikir barat yang beraliran sekuler atau memisahkan agama dari ilmu pengetahuan. Contoh kasus dari penggunaan teori barat yang sekuler adalah ketika puasa dijadikan sebagai terapi bagi prilaku negative dan yang terganggu jiwanya, sementara arti dari puasa itu sendiri tidak sesuai dengan ajaran islam, seperti yang diungkapkan Jamaludin Ancok yang mengutip pendapat Cott yang meyakini bahwa puasa bisa menyembuhkan penyakit jiwa, tetapi pengertian puasa memurut Alan Cott boleh minum air. Tentu hal ini bertentangan dengan ajaran agama islam yang mendefinisikan puasa sebagai ibadah menahan dari segala apa yang membatalkan puasa termasuk di dalamnya minum ( Djamaludin Ancok, 1994:57-58).
Para ahli Psikologi barat berusaha untuk memperbaiki prilaku-prilaku negative di masyarakat dengan bahan kajian akal yang berpedoman pada pilsafat sebagai the mother of science, bukan pada kebenaran hakiki yang berasal dari Ilahi. Kasus kejahatan seksual atau hamil di luar nikah tentu sudah sangat bisa diantisipasi dalam islam dengan berpedoman pada hadits Rasulullah yang sudah dikumandangkan sejak 3 abad yang lalu.
Perbuatan zina atau hubungan seksual di luar nikah dalam islam bisa dihentiikan atau diminimalisir  dengan nikah, dan apabila belum mampu untuk melaksanaknn nikah maka dengan melakukan puasa. Rasulullah saw. menegaskan dalam haditsnya:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
      Artinya: Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi    wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” (Muttafaq Alaihi. ) (Bulugur Maram min adillatil Ahkam, versi 2.0)
Islam juga mengatur dengan tegas hukuman bagi pelaku zina baik laki-lakinya maupun perempuannya. Allah sudah menegaskan hal tersebut dalam al-quran surat an-nuur ayat 2:
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman (Al-quran digital, versi 2.1)
 Bagi pelaku kejahatan lainpun islam sudah mengatur hukumuan yang tegas sehingga apabila ini dijalankan maka orang yang akan melakukannya akan berfikir beribu-ribu kali. Dalam hukum pembunuhan dan penganiyaan misalnya dikenal dalam islam dengan hukum qishas atau mengabil pembalasan yang sama, seperti yang Allah tgaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 178:
      
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
  
BAB II
PSIKOLOGI ISLAM

I. PENGERTIAN PSIKOLOGI ISLAM
Secara etimologi, kata psikologi (psychology) yang secara literal berarti “studi tentang jiwa” (study of the soul) berasal dari bahasa Yunani Kuno “ψυχή” atau psychē atau psukhēyang berati nafas (breath), roh (spirit), jiwa (soul), pikiran (mind) atau mental (mental), dan λογίαatau logia yang berarti “studi tentang. Versi lain mengatakan bahwa kata psikologi berasal dari bahasa Prancis “psychologie” atau bahasa Latin “psychologia”yang bermakna studi tentang jiwa.
Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu tentang jiwa. Namun dalam pemaknaan psikologi secara terminologis terdapat perbedaan orientasi dan latar belakang masing-masing pakar. Karena itu tak heran bila banyak pakar yang memberikan definisi psikologi dengan berbagai sudut pandang yang luas.
(Gleitman, Groos, dan Reisberg, 2011:1) mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan. Hal-hal yang tampak sedarhana pun berdasarkan pengertian ini menjadi objek psikologi, seperti bagaimana seseorang tetap mengingat bagaimana cara ia bersepeda meskipun telah 25 tahun tidak memakainya, mengapa seseorang bicara, mengapa ia cemburu, mengapa ia mencintai lawan jenisnya, dan lain sebagainya.
Chaplin (2011:1) sebagaimana dikutip Sudarwan Danim mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengetahui perilaku manusia dan hewan, juga terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan. Pada definisi ini Chaplin lebih menjelaskan psikologi lebih luas, yakni bukan hanya berkenaan dengan manusia tetapi juga terhadap hewan. Jadi berdasarkan definisi ini, psikologi berhubungan dengan penyelidikan bagaimana dan mengapa organisme-organisme itu melakukan apa yang meraka lakukan .
Pengertian islam secara bahasa berasal dari kata aslama – yuslimu – islāman yang bermakna untuk menerima, menyerah atau tunduk dan dalampengertian  yang lebih jauh taat kepada Tuhan. Dalam kamus Lisān al-‘Arab dijelaskan bahwa Islām mempunyai arti semantik sebagai berikut: tunduk dan patuh (khadha‘a – khudhū‘ wa istaslama – istislām), berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama – taslīm), mengikuti (atba‘a – itbā‘), menunaikan, menyampaikan (addā – ta’diyyah), masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian  (https://id.wikipedia.org/wiki/Islam#Etimologi).
Ahli tafsir terkenal Ibnu Katsir memberikan definisi tentang islam bahwa islam adalah sebuah aturan hukum yang ditetapkan langsung oleh Allah Yang Maha Bijaksana yang wajib ditaati. Selanjutnya agama jua bisa disebut syara atau syariat atau millah (Hasbi Ashdidiqi, 1998)
Menurut Ibnu Taimiyah kata islam sama dengan ad-din yang artinya adalah tunduk dan merendahkan diri kepada Allah. Maka dari itu tidak dikatakan islam bagi orang yang selalu menyekutukan Allah dengan sesuatu  (Hasbi Ashdidiqi, 1998).
Menurut istilah, Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju  kekebahagiaan dunia dan akhirat .Istilah lain menyebutkan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi dan utusan Allah (Rasulullah) terakhir untuk umat manusia, berlaku sepanjang zaman, ia bersumberkan          kepada Al-Quran dan As-Sunnahserta Ijma ‘Ulama  (www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html).
Menyimak definisi dari psikologi dan islam di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan prilaku manusia dan juga hewan dan bagaimana cara penaggulangannya berdasarkan sumber yang tidak mengakui banyak Tuhan dan berpdoman pada ayat-ayat Ilahi (al-quran) serta hadits Rasulullah saw. ditambah dengan pendapat-pendapat ulama.
Kesimpulan di atas perlu dibatasi sehingga tidak memunculkan hewan sebagai objek dari psikologi  islam, karena hewan tidak memiliki akal dan jiwa sebagaimana manusia miliki. Dua keistimewaan manusia ini ditambah lagi dengan qalbun atau hati yang menjadi pusat kepekaan dan pusat perasaan yang  apabila manusia kehilangan pusat kepekaannya maka tidak segan-segan berbuat keburukan, kehilangan belas kasihan terhadap orang lain. Permasalahan inilah yang pada gilirannya menjadi kajian utama dalam psikologi.  
Menurut Abdul Mujib (2005), sedikitnya ada empat interpretasi atau pemahaman tentang psikologi Islam. Pertama, ada yang mengatakan psikologi Islam dengan psikologi agama.Pengertian ini diberikan bagi siapa saja  yang belum pernah mengenal psikologi islam, sehingga merekapun salah memahaminya. Kedua, psikologi dipandang sebagai bidang studi atau mata kuliah.Psikologi Islam dalam hal ini memiliki bobot SKS seperti halnya mata kuliah yang lainnya, namun tidak bisa diintegrasikan secara langsung pada wawasan mata kuliah yang lain dan juga sebaliknya mata kuliah yang lain tidak bisa diintegrasikan dengan mata kuliah psikologi islam. Ketiga, psikologi islam dipandang sebagai cara pandang, pola berfikir atau system pendekatan dalam mempelajari dan mengkaji bidang psikologi. Pemahaman yang ini pada prinsipnya memberikan gambaran bahwa psikologi islam itu merupakan kajian dalam islam yang mengharapkan prilaku kejiwaan manusia itu dalam kualitas yang sempurna, atau dalam istilah islam itu bahagia di dunia dan akhirat. Keempat, psikologi Islam dipandang sebagai lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah lembaga Islam yang secara serius bekerja untuk mengembangkan dan menyebarluaskan mazhab dan mata kuliah psikologi Islam. Tujuannya adalah menyusun konsep dan teori psikologi Islam, menerapkan hasil teoritisnya dan mempublikasikan hasilnya di dalam berbagai media.
Pada kesempatan lain Abdul Mujib menjawab pertanyaan UIN online ketika beliau diwawancarai mengenai definisi Psikologi Islam. Abdul Mujib menjelaskan bahwa Psikologi Islam adalah satu pendekatan studi dalam memahami kejiwaan dan perilaku manusia yang berdasarkan konsep tauhid, dengan cara mengintegrasikan antara ilmu dan iman. Jangan sampai hati beriman kepada Allah tetapi cara atau pola berpikirnya tidak menopangnya. Artinya, kehadiran Psikologi Islam untuk mengintegrasikan pada semua hal. Karena sebagaimana diketahui, psikologi (sebagai disiplin ilmu) muncul bukan dari orang Islam tapi dari orang Barat dan karya-karya mereka telah banyak memberi kontribusi pada semua bidang kehidupan, sekalipun cara berpikirnya sekuler. Justru kehadiran psikologi Islam memberi nuansa transenden (www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-islam, 17 Desember 2010)
Jamaludin Ancok ((1994, 146-147) menegaskan bahwa ada dua defnisi psikologi Islam, yaitu pertama, bawa psikologi Islam adalah konsep psikologi modern yang seblumnya orang sudah mengenal dengan jelas. Pemahaman ini berorientai pada pemahaman psikologi yang sekuler atau memisahkan agama dari ilmu pengetahuan sehingga para ahli psikologi yang beragama islam merasa kurang puas dengan teori-teori yang ada karena dipandang akan menyesatkan umat. Kedua, menegaskan bahwa psikolog Islam membahas tentang manusia yang seluruh krangka konsepnya dibangun berdasarkan islam yang mengambil sumber ilmiahnya dari al-quran dan hadits denga memenuhi syarat-syarat kerangka ilmiah.
Fuad Anshori (2002:1-2) mengemukakan bahwa istilah psikologi islam  memiliki  nama-nama lain selain yang popular  psikologi Islam (The Psychology of Islam). Nama-nama lain itu yaitu psikologi Ilahiyah, psikologi al-Quran, psikologi Qur’ani, psikologi Motivatif, psikologi Propetik, Psikologi Nafsiologi dan psikologi Sufi.
Menyimak pendapat Jamiludin Ancok dan Fuad Anshori di atas jelas bahwa objek dari psikologi islam adalah manusia. Jadi psikologi islam adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang kepribadian manusia yang meliputi aspek teori, filsafat, metodologi dan penedekatan masalah yang berdasarkan kepada sumber formal islam (al-Quran dan as-Summah), akal, panca indra dan intuisi.
Psikologi Islam kadang disamakan dengan Psikologi Agama padahal itu sangat berbeda. Abdul Mujib menjelaskan perbedaan kedua psikologi tersebut . Kalau psikologi agama itu berbicara pada perilaku orang beragama, seperti perilaku fundamentalis dan moderat pada agama dan kaitannya dengan perilaku sehari. Sementara Psikologi Islam itu satu madzhab tersendiri. Madzhab di mana kalau di psikologi itu ada madzhab psikoanalisis yang menitikberatkan kajiannya pada analisis kesadaran manusia, psikobehavioristik menitikberatkan pada perilaku yang nampak dan psikohumanistik menfokuskan kajiannya pada potensi manusia, tanpa melibatkan konsep Tuhan dalam kehidupan manusia. Justru Psikologi Islam hadir dengan memberikan nilai aksiologis transcendental (Abdul Mujib, (www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-islam, 17 Desember 2010)
II.   SEJARAH PSIKOLOGI ISLAM
 Fuad Anshori (2002:3-4) menguraikan tentang bagaimana awal mula adanya psikologi Islam. Menurut beliau gaungnya sudah dimulai sejak tahun 1978 pada simposium internasional tentang psikologi dan Islam (International Symposium on Psychology and Islam) di Universitas Riyadh Arab Saudi. Pada tahu 1979 diterbitkan sebuah buku di Inggris yang ditulis oleh Malik B Badri dengan judul The Dilemma of Muslim Psychologist .Buku terssebut didasarkan pada penyampaian gagasan beliau dalam forum Association of Muslim Social Scientists (AMSS) Amerika Kanada.
Para ahli psikologi di berbagai negara banyak yang merespon terhadap dua kejadian di atas, termasuk di Indonesia, yaitu  dengan terbitnya  sebuah buku pada tahun 1994 dengan judul Psikologi Islami : Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi yang ditulis oleh Jamaludin Ancok dan Fuad Anshoru Suroso) yang diterbitkan bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan Simposium Nssioanal Psikologi Islami I (Universitas Muhamadiyah Surakarta). Buku inilah yang menurut banyak kalangan yang menandai kebangkitan psikologi Islam di Indonesia, bahkan ada yang mengatakan Buku Suci dalam wacana perkembangan psikologi Islam di Indonesia. Selanjutnya dalam setiap tahunnya di Indonesia selalu diadakan dua atau empat kali pertemuan ilmiah mengenai psikologi Islam, dengan menggunakan nama simposium nasional, dialog nasioanal dan seminar nasional. Hal ini tentu menggembirakan berbagai kalangan yang mendambambakan adanya solusi islami husus dalam kejiwaan.
Perkembangan selanjutnya ketikan para pengkaji utama psikologi Islam di Indnesia seperti Jamaludin Ancok, Fuad Anshori, Hana Jumhana, Arif Wibisono Adi dan Subandi, mereka selalu menggunakan istilah psikologi Islami dalam bergai kesempatan pertemuan ilmiah dan berbagai tulisannya akan tetapi berdasarkan catatan beliau yang pertama kali memperkenalkan psikologi Islami adalah Baswardono pada tahun 1987 ( Fuad Anshori,  2002:6).
Fuad Anshori (2002:6-8) dalam catatanya menjelaskan tentang munculnya berbaagai istilah yang pada intinya membahas psikologi Islam seperti pada tahun 1990 muncul istilah Psikologi Ilahiiyah yang diambil dari sebuah buku dengan judul Azas-azas Psikologi Ilahiyah yang ditulis oleh Zuardin Azzaino. Tahun 1992 muncul istilah Psikologi al-Quran yang dikembangkan oleh Lukman Laksono dan Anharudin. Psikologi al-Quran  ini  diartikan sebagai aspek-aspek psikologis dalam al-Quran. Pada tahun 1994 muncul pula istilah Psikologi Qurani yang maksudnya adalah psikologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai al-Quran. Psikologi ini dikembangkan oleh Audith M Turmudhi yang menurut beliau konsep tentang manusia yang diturunkan dari al-Quran itu harus diverifikasi dengan menggunakan metode ilmiah. Tahun 1997 muncul istilah Psikologi Motivatif yang dikembangkan oleh Noeng Muhajir pada Dialog Nasional Pakar Psikologi Islam di Jombang, yang dipertegas pada tahun 1998 di Surakarta dalam Simposium Nasioanal Psikologi dalam makalah yang berjudul Psikologi Motivatif dan Konsekuensi  Metodologi Penelitian. Pada tahun 1998 juga muncul istilah Psikologi Profetik yang digagas oleh Yayah Khisbiyah. Maksud Psikologi ini adalah psikologi yang didasarkan pada ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw, dan tauladan yang ditunjukan oleh beliau.

III. URGENSI PSIKOLOGI ISLAM
Menyimak berbagai pendapat mengenai awal mula timbulnya gagasan untuk memunculkan disiplin ilmu baru atas nama Psikologi Islam, maka terlihat jelas bagaimana psikologi ini penting untuk segera dihadirkan.
Fuad Anshori (2002:12) menguraikan bagaimana pentingnya menghadirkan islam sebagai sistem kehidupan. Alasan hal tersebut adalah karena peradaban Barat sudah gagal mensejahterakan aspek moral  spiritual manusia. Beliau mengutip pendapat psikolog Amerika bernama Erich Fromm yang mengungkapkan bahwa manusia modern menghadapi suatu ironi. Mereka berhasil mensejahterakan diri mereka secara materi namun miskin kesejahteraan jiwa, sehingga munculah kegelisahan dan keresahan dalam hidup mereka. Erich Fromm memberikan gambaran bagaimana tingginya angka bunuh diri dikalangan lansia di Amerika  dan Erofa yang berjaya dibidang ekonomi. Kegoncangan jiwa mereka terjadi karena yang diutamakan adalah kekuatan akal sementara asupan untuk jiwa mereka lupakan. Asupan jiwa itu telah sempurna ada dalam islam.
Jamaludin Ancok (1994, 22) menegaskan bagaimana bagusnya system Islam yang bersumber dari al-Quran dan hadits dalam menyelesaikan bergbagai masalah kehidupan di dunia ini. Beliau misalnya mengutip ayat al-Quran surat Al-Hujurat ayat 12 dan 13 dalam memberikan solusi bagi terjadinya diskriminasi kelompok  di muka bumi ini. Kedua ayat itu menurutnya merupakan terapi dalam menghilangkan sumber masalah yang menghambat proses pembauran antar suku. Begitulah bagaimana dahsatnya al-Quran sebagai sumber hukum yang dimilki oleh agama Islam, sehingga tinggal umatnyalah yang pandai menggali dan menggunakaan sumber hukum tersebut dalam menyelesaikan semua masalah yang terjadi di muka bumi ini.
Penjelasan al-Quran tidak perlu pembuktian secara empiris seperti diharapkan oleh para pemikir-pemikir barat,  karena dengan hanya membaca buku panduan kitab suci al-Quran bisa didapatkan penjelasan yang gamblang mengenai jiwa yang  menurut para pemikir barat tidak bisa dipelajari dengan bukti empirisnya (Abdul Mujib,www.uinjkt.ac.id/id/psikologi-islam, 17 Desember 2010).
Mengenai Urgensi Psikologi Islam, kelihatanya ada yang lebih pokok dari uraian di atas, yaitu keberadaaan islam itu semdiri yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, seperti dalam al-Quran surat al-Anbiya ayat 107:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
 Ayat di atas menegaskan bagaimana keberadaan islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, artinya adalah bahwa seluruh apa yang ada dalam islam diperuntukan bagi kemaslahatan umat di alam dunia ini. Termasuk di dalamnya pemikiran tentang psikologi islam yang dilahirkan untuk kemaslahan seluruh alam, bukan atas dasar politi atau niataan seseorang untuk supaya popular dan meraih gelar kesuksesan.
Psikologi Islam diciptakan untuk menolong manusia dari segala bentuk kelainan jiwa, dengan orientasi keihlasan dan keridoan Allah swt. Sikap menolong kesusahan orang lain merupakan bukti bahwa keberadaan islam di muka bumi ini adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam.
  
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Psikologi islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan prilaku manusia dan juga hewan dan bagaimana cara penaggulangannya berdasarkan sumber yang tidak mengakui banyak Tuhan dan berpdoman pada ayat-ayat Ilahi (al-quran) serta hadits Rasulullah saw. ditambah dengan pendapat-pendapat ulama. Sementara menurut Jamiludin Ancok dan Fuad Anshori, objek psikologi islam adalah manusia. Jadi psikologi islam adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang kepribadian manusia yang meliputi aspek teori, filsafat, metodologi dan penedekatan masalah yang berdasarkan kepada sumber formal islam (al-Quran dan as-Summah), akal, panca indra dan intuisi.
2.      Secara umum gaungnya Psikologi Islam dimulai sejak tahun 1978 pada simposium internasional tentang psikologi dan Islam (International Symposium on Psychology and Islam) di Universitas Riyadh Arab Saudi. Pada tahu 1979 diterbitkan sebuah buku di Inggris yang ditulis oleh Malik B Badri dengan judul The Dilemma of Muslim Psychologist .Buku terssebut didasarkan pada penyampaian gagasan beliau dalam forum Association of Muslim Social Scientists (AMSS) Amerika Kanada. Selanjutnya di Indonesia dikembangkan oleh tokoh utamanya yaitu  Jamiludin Ancok dan Fuad Hasan.
3.      Urgensi Psikologi Islam adalah karena peradaban Barat sudah gagal mensejahterakan aspek moral  spiritual manusia, lengkapnya sumber hukum islam sebagai terapi dari berbagai masalah dan merefleksikan islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
  
B. SARAN
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis hususnya dan bagi pemerhati psikologi pada umumnya . Kritik dan saran atas segala kekurangan dari tulisan ini penulis akan terima dengan lapang dada
Daftar Pustaka
Al-Quran Digital, (2004) Versi 2.1
Ancok, Jamaludin (1994) Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bulugul Maram Digital, (2008), persi 2.1 Tasikmalaya
Danim, Sudarwan dan Khairil (2011) Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, Bandung: Alfabeta.
Gleitman, Henry James Groos, and Daniel Reisberg (2011) Psycology,  Newyork:  W.W. Norton & Company.
Mujib, Abdul (2006) Kepribadian dalan Psikologi Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada
Nashori, Fuad (2002) Agenda Psikologi Islami, Yogyakarta: Putaka Pelajar
Sumanto  (2013) Psikologi Umum, Yogyakarta: PT Buku Seru
www.pkbi-diy.info/prilaku-sexual remaja, 17 April 2018
www.id.wikipedia.org/wiki/Islam#Etimologi, diakses tanggal 10 Juli 2018

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top