Mugni Muhit, S.Ag, S.Pd., M.Ag.
Tarbiyah yang berarti pendidikan, telah diimplementasikan semenjak Nabi Adam As. akan dinobatkan sebagai Khalifah fil Ardl. Tugas utama dan pertama khalifah adalah memakmurkan bumi dan alam semesta yang Allah Ciptakan. Substansi memakmurkan di sini adalah membangun, menata, dan mengelola sistem hidup, serta rekayasa sosial kemanusiaan yang sejalan dan senapas dengan kehendak Tuhan.
Memakmurkan bumi memiliki pengertian yang sangat luas. Tidak hanya makmur dari perspektif kuantitas dan kualitas, namun juga esensi dan substansi proses memakmurkannya mesti dipandu wahyu dikawal doktrin Tuhan yang Maha Esa, agar akselerasinya maksimal dan efektif.
Efektivitas eksistensi manusia salah satunya yang paling dominan adalah kesadaran ruhiyah. Manakala kesadaran ruhiyahnya tersentuh dengan baik, termanifestasikan dengan seksama, maka disinyalir manusia itu akan benar-benar efektif pada peran dan kiprah kemanusiaannya.
Manusia adalah makhluk dwikutub yang sangat unik. Keunikannya terletak pada potensi hakikinya, yakni potensi fithrah. Secara fithrah, manusia adalah makhluk esensial. Esensi manusia adalah roh. Roh yaitu kebesaran Sang Pencipta. Tanpa roh manusia bukanlah manusia, dan tidak akan bertumbuh dan berkembang sebagaimana seharusnya manusia.
Roh yang Allah internalisasikan ke dalam jiwa di kedalaman hati yang paling dalam, merupakan nutrisitas sentral, sebagai pemacu dan pemicu munculnya enegri positif. Energi inilah yang menjembatani manusia berjalan, melangkah bersinergi dengan semesta anugerah terbaik Tuhan.
Ada satu anugerah yang seringkali dilupakan oleh manusia, yaitu otak. Otak inilah yang menjadi superleader sekaligus top leader manusia. Dengan otak manusia mampu membedakan kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kesalahan. Saat otak ini berfungsi, maka itulah yang kemudian disebut akal. Tuhan sendiri sering mempertanyakan sekaligus monev atas amanah otak yang eksisten ini.
Berkali-kali Tuhan menyapa dengan santun, apakah kalian tidak menggunakan akal? Apakah kalian tidak memikirkan kebesaran Tuhan, apakah kalian tidak mencermati hamparan semesta ini yang begitu besar dan luas ini sebagai nikmat terindah Tuhan? Pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya adalah pengakuan Tuhan bahwa manusia itu mampu berpikir, dapat menggunakan akalnya yang cerdas untuk mengelola alam semesta ini dengan rasionalitas dan logika yang tepat dan efektif.
Secara fisikal, cukup berat sesungguhnya otak manusia yang ada di dalam tengkorak kepala itu. Beban otak itu mencapai 1400 -1700 gram, mendekati dua kilogram. Namun demikian, mengapa kita tidak merasakan beban yang sebesar ini di kepala? Mengapa juga rasanya aman, damai, dan nyaman membawa beban yang cukup berat ini di kapasitas kepala ? Jawabannya adalah sebab otak manusia ternyata mengapung pada cairan tulang belakang kita dengan posisi sangat ideal.
Teori fisika menyatakan, bahwa setiap benda yang terendam dalam cairan dengan otomatis akan kehilangan beratnya sebesar beban cairan tersebut. Oleh sebab itu kita tidak begitu merasakan beban tersebut. Karena berat otak menjadi hanya sekitar 50 gram saja. Ini adalah kuasa Allah, kasih sayang-Nya terhadap manusia.
Untuk menjamin peran otak yang penuh akal ini, maka Tuhan syariatkan ajaran Sholat, bahkan menjadikannya sebagai kewajiban, agar selalu dikerjakan. Ujung-ujungnya supaya otak manusia stabil. Dalam kestabilan inilah otak akan mampu berpikir logis dan sehat menyikapi fenomena hidup dan kehidupan.
Dengan ritual dan harokah yang tertib di dalam sholat, cairan yang mengais otak, bergerak naik turun saat ruku’, sujud serta pada segala gerakan sholat. Refleksi ini memungkinkan bagi cairan tersebut mampu memberikan semacam pijatan pada otak. Hal ini mungkin yang menjadi penyebab ketenangan dan kedamaian batin setelah sholat. Semakin terlatih dan terdidik ruhiyah manusia, maka akan semakin cerdaslah ia.
Bermuamalah adalah berinteraksi, berkolaborasi dengan sesama manusia untuk bisa saling memberi dan menerima manfaat. Manfaat menjadi alasan utama adanya transaksi. Baik dalam ekonomi, keuangan, bisnis dan segala bentuk muamalah manusia.
Sebagai insan cendikia, manusia harus mampu menerapkan kecerdasan akal yang Allah anugerahkan. Dengan akal manusia saling membantu, saling menolong, saling mendukung, saling suport dalam kebaikan dan kesabaran. Tarbiyah birun, taqiyah, dan sobrun inilah sebenarnya yang mendorong kuat melejitkan kapasitas intelektual manusia yang efektif dalam segala aktivitas muamalah maliyahnya.